Kamis, 20 Agustus 2015

Negeri di Ujung Tanduk – Tere Liye

Buku ini adalah sekuel dari buku sebelumnya, yaitu Negeri Para Bedebah yang sudah pernah saya tuliskan di sini. Masih bergenre thriller yang sama, dengan tokoh-tokoh yang sama, dan beberapa karakter baru yang ditambahkan, buku ini tetap saja memukau dari awal sampai akhir. Rasa-rasanya, begitu membaca kalimat pertama, seolah tak mampu untuk melepas kalimat berikutnya.
 
Identitas buku        :
Judul            : Negeri di Ujung Tanduk
Penulis          : Tere Liye
Penerbit        : PT Gramedia Pustaka Utama
Dimensi         : 360 halaman, 20 cm
Kategori         : Fiksi
 
Plot            :
   Setelah membaca Negeri Para Bedebah yang ciamik, akhirnya saya penasaran juga dengan sekuelnya. Kali ini, dengan 33 episode, Tere Liye tetap mampu menggugah para pembacanya dengan sambungan cerita yang mengesankan, sepadan dengan buku sebelumnya.
   Masih bertokoh Thomas, yang menikmati masa jeda sebelum seminar kesuksesan politik- setelah dulu berkasus dengan keuangan ia pindah jalur ke ranah politik- di Hong Kong, dengan bermain tarung di Macau. Di mana lagi kalau bukan di klub tarungnya, di mana para petarung sejati menyalurkan hobi. Para pengusaha, politikus, jenderal, polisi, dan berbagai macam profesi berkumpul jadi satu untuk melampiaskan ego. Di sana, ternyata ia mendapat lawan tangguh yang tak lain dan tak bukan adalah cucu dari seorang kakek yang dulunya bermigrasi bersama kakek Thomas dari cina daratan menuju ke tanah impian, Indonesia. Sebuah cerita masa lalu antar kakek yang kelak justru menyelamatkan kehidupan mereka semua. Orang-orang yang menghargai masa lalu, berbuat baik tanpa pamrih berdasarkan rasa kemanusiaan, mampu diingat sepanjang masa, diceritakan turun-temurun dan diniati untuk balas jasa.
   Kebetulan, atau rekayasa, petualangan pun kembali terjadi saat Thomas mengunjungi kakeknya yang sedang merapat di pelabuhan Hong Kong. Kapal pesiar baru, katanya. Di temani Kadek, sang pelayan dan koki handal serta setia, plus seorang wartawati cantik bernama Maryam. Tunggu, kenapa tokoh perempuannya selalu wartawati ya? Abaikan.
   Saat itu, sedang musim pemilihan presiden. Kebetulan lagi, Thomas adalah konsultan yang memiliki klien politik yang rencananya akan dicalonkan menjadi presiden dalam konvensi partai beberapa hari lagi. Seseorang yang digadang-gadang akan sukses dalam pemilihan. Klien politik yang saat ini sedang menjabat sebagai Gubernur Ibu Kota, yang terkenal jujur dan bisa diandalkan (berasa familiar ya? ^_^). Namun, dengan segala cara, ada orang-orang yang tidak rela klien politiknya dicalonkan dalam konvensi nanti. Salah satu cara menggagalkannya adalah menyerang konsultan politiknya, yaitu Thomas, yang telah memenangkan beberapa kali klien politik dalam pilkada di beberapa daerah. Thomas, dan kakeknya dan semua yang ada di kapal itu tiba-tiba digerebek kepolisian setempat karena ditemukan sekarung narkoba di kapal mereka. Konspirasi memang, tapi begitulah politik. Mereka semua pun dimasukkan ke dalam penjara khusus di sebuah gedung tinggi.
   Akan tetapi, dengan kecerdikannya, Thomas berhasil melakukan panggilan telepon kepada Lee, teman bertarungnya tadi, yang ternyata kalah jadi harus bersedia melakukan apapun juga, untuk menolongnya keluar dari tempat itu. Kebetulan lagi, gedung di sebelah tahanan adalah milik Lee yang hendak dihancurkan. Maka, dengan berbagai macam trik, mereka pun berhasil kabur, meski harus melalui aksi kejar-kejaran dengan polisi, dan mengelabui petugas imigrasi hingga mereka selamat kembali ke Indonesia.
   Daripada bersembunyi, Thomas lebih memilih untuk menampakkan diri. Ia terkenal. Jika terjadi apa-apa, maka semua pendukungnya akan curiga. Maka ia pun melanjutkan aksinya untuk mensukseskan konvensi. Keluarganya, ia masukkan ke panti asuhan tempat ia dulu dibesarkan setelah musibah pembunuhan kedua orang tuanya. Panti asuhan itu telah mengajari banyak hal baik dan kemandirian yang menyenangkan. Itulah pula alasan mengapa ia mati-matian mendukung klien politiknya ini, dengan taruhan nyawa sekalipun, karena ia percaya kepada klien politiknya itu, karena ia tahu pasti karaktek baiknya, karen klien politiknya itu adalah kakak kelasnya di panti asuhan dulu.
   Maka, dengan berbagai macam cara, Thomas pun berhasil membuat klien politiknya dijadikan calon presiden oleh para peserta konvensi, dengan dibumbui pidato yang mengharukan dan berapi-api. Cerita ini terlalu seru untuk sekedar diceritakan kembali. Ada baiknya jika kalian membaca sendiri. Karena di akhir cerita, Thomas pun berhasil menguak kebenaran tentang siapa pembunuh kedua orang tuanya yang sebenarnya, yang telah menghancurkan kehidupan keluarganya sejak dulu hingga saat ini. Di akhiri dengan cara yang menakjubkan, novel ini sungguh terlalu sayang untuk dilewatkan. Salut untuk Tere Liye, yang bisa menulis cerita serunut itu. Kapan ya aku bisa menulis seperti itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar